Repost dari Blog Lama
Kita
mungkin pernah atau sering berada dalam keadaan yang sangat menyulut emosi.
Nafsu amarah menyala begitu bergelora didada.
Lantas
kitapun memperturutkan nafsu amarah itu. kita melakukan apapun demi
memuaskannya. Kita berkata-kata kasar, memaki, bersumpah serapah, bahkan
mengutuk.
Kita
merusak apapun yang ada disekitar kita. Menyakiti orang-orang yang kita anggap
sebagai penyebab kemarahan kita. Bahkan mungkin kitapun melanggar norma dan
peraturan yang berlaku. Apapun kita ucapkan, apapun kita lakukan demi
terpuaskannya amarah kita.
Tapi
kita harus ingat. Saat kita berada dalam kemarahan, bukan berarti kita ‘Halal’
melakukan apapun.
Bukan
berarti orang lain harus memaklumi kita dan melegalkan kita berbicara dan
berbuat apapun yang kita mau.
Bukan
berarti kita terlepas dari segala tanggung jawab dan konsekuensi atas tindakan
yang kita lakukan.
Tidak
ada pengecualian. Entah dalam keadaan normal ataupun dalam pengaruh amarah,
setiap kata dan perbuatan kita adalah seperti benih yang cepat atau lambat
buahnya akan kita petik.
Bisa
jadi kita puas dan lega ketika kita meliarkan amarah kita. Tapi sejenak
kemudian, masalah demi masalah baru sudah siap menghadang didepan kita.
Konsekuensi atas segala ucapan dan perbuatan tidak baik kita selama kita
dikendalikan oleh amarah.
Marah
tentu akan ada disetiap diri manusia, karena kita bukan malaikat. Marahpun
dalam beberapa hal dibutuhkan, Demi menegakkan kebenaran. Tapi marah yang
bijaksana dan dikendalikan oleh akal sehat, dan tetap mengedepankan akhlakul
karimah. Bukan kemarahan membabi buta yang menyingkirkan nurani dan akal sehat.
Allah
SWT berfirman :
١٣٣. وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ١٣٤. الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 133-134)
Mengendalikan
amarah bukanlah hal yang mudah. Itulah sebabnya orang yang kuat adalah orang
yang bisa mengendalikan amarahnya.
Saat
kita meliarkan amarah, itupun bukanlah hal yang mudah. Sangat menguras emosi
dan tenaga.
Lantas
ketika meliarkan ataupun mengendalikan amarah sama-sama membutuhkan energi yang
begitu besar, kenapa kita tidak memilih menghabiskan energi dan waktu kita
dijalan yang semoga bisa mendatangkan Ridho Allah SWT saja ?
Mari kita berusaha sekuat tenaga untuk bersabar dan memeluk amarah agar tidak liar. Kitalah yang harus menjadi pengendalinya.
Komentar
Posting Komentar